Es,
memang sudah tak asing lagi dalam kehidupan manusia. Tidak hanya manusia yang
berada di kutub saja yang dapat merasakan dinginnya es, manusia yang hidup di
daerah tropis bahkan di daerah gurun masih dapat merasakan dinginnya es, hal
ini karena sudah adanya kemajuan teknologi mesin pembuat es seperti kulkas, freezer, dan pendingin
lainnya. Ketika cuaca panas melanda, terik matahari yang begitu panas
membuat setiap orang akan merasakan haus, dan yang terbayang untuk mengatasi
rasa haus adalah minuman yang dapat menghilangkan rasa haus seketika. Es
biasanya menjadi solusi yang dipilih.
Es
balok yang kerap kali dijadikan pedingin minuman berkaleng, minuman botol, dan
minuman kemasan lainnya kini sebagai campuran minuman umum digunakan di
berbagai warung makan. Padahal es balok yang sering digunakan nampak tidak
higienis. Sering kali dipagi hari ditemukan pedagang es balok dengan membawa
becak yang berisikan es balok untuk dikirim ke para pelanggannya, es balok
tersebut tidak dalam bentuk kemasan melainkan hanya tertutupi oleh terpal,
karung atau kain lainnya, padahal bakteri atau virus penyebab penyakit selalu
mengancam di tempat yang tidak terlindungi. Secara mata telanjang terlihat
kemasan yang tidak higienis, lalu bagai mana dengan kandugan di dalam es
balok? Mungkin itu yang menjadi pertanyaan banyak orang. Belakangan ini
beberapa stasiun televisi dan media lainnya memuat berita tentang terkuaknya
pabrik es balok berbahaya.
Kebanyakan
es balok dibuat menggunakan air mentah. Tak jarang airnya berasal dari sungai
yang disuling dan ditambahkan bahan kimia sebagai penjernih. Kemudian dimasukan
ke dalam pendingin dan jadilah es balok. Kondisi sungai yang digunakan airnya
sebagai bahan pembuatan es balok tidak dihiraukan. Padahal kondisi sungai yang
ada di Indonesia kemungkinan besar tercemar oleh sampah domestik, pertanian, dan
industri. Hal ini menyebabkan harga es balok yang ekonomis dengan harga setiap
baloknya Rp. 6.000 – Rp. 7.000.
Menurut
catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah
memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap
liternya, lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan
tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang
jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan
hewan berdarah panas ini telah mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air
minum, sungai, sumur. Setelah tinja memasuki badan air, Escherichia coli akan
mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondis tertentu Escherichia coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh
dan dapat tinggal di dalam pelvix ginjal dan hati. Sesuai Permenkes Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, dipersyaratkan bahwa
angka Escherichia coli dalam
air minum adalah Nol per 100 ml air harus dipenuhi.
Air
yang dimanfaatkan dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan, baik kuantitas
dan kualitas yang erat hubungannya dengan kesehatan. Air yang memenuhi
persyaratan kuantitas apabila air tersebut mempunyai jumlah yang cukup untuk
dipergunakan sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya. Menurut
Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, secara garis besar persyaratan
kualitas air minum dapat digolongkan dengan empat syarat, yaitu :
1. Syarat
Fisika
Air minum yang
dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna (maksimal 15
TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal ± 3 ºC dari suhu udara
sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l.
2. Syarat
Kimia
Air minum yang
dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan anorganik melebihi
standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan maksimum (6,5-8,5) dan tidak
mengandung zat kimia beracun sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat
Mikrobiologi
Air minum yang aman
harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam
100 ml air minum.
4. Syarat
Radioaktif
Air minum yang akan dikonsumsi
hendaknya terhindar dari kemungkinan terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi
batas maksimal yang diperkenankan.
Dalam
bukunya Michael (1988) bahwa kontaminasi yang mencemari air digolongkan ke
dalam tiga ketegori: kimiawi, fisik, dan hayati. Kontaminan-kontaminan tertentu
dalam setiap kategori ini dapat mempunyai pengaruhnya nyata terhadap kualitas
air. Karena mempunyai potensi berlaku sebagai pembawa mikroorganisme patogenik,
air dapat membahayakan kesehatan dan kehidupan.
Terdapat
sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu stasiun televisi swasta untuk
mengetahui kandungan dalam es batu. Tim investigasi dari stasiun televise
swasta tersebut mengambil contoh secara random di beberapa penjual yang
mencampurkan es balok pada aneka minuman yang mereka jual. Lalu tim tersebut
membawanya ke laboratorium untuk mengetes kandungan dari es tersebut. Hasilnya
sungguh menakutkan dan mengejutkan setiap orang. Ternyata dalam es itu
terkandung bakteri Escherichia coli jauh
di atas batas normal (10.000 – 20.000 per 100 mL). Dengan lain kata, es balok
ini mengandung bakteri hampir Setara dengan kotoran manusia. Dapat diartikan
bahwa air es balok lebih kotor dari pada air toilet (Anonim, 2015).
Echerichia coli merupakan
bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air minum maupun
makanan. Hal ini karena bila dalam sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli, maka hal ini
dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh tinja
manusia atau hewan-hewan berdarah panas.
Escherichia coli atau
biasa disingkat E. coli,
merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk
dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang dan tidak membentuk
spora. E. coli ini
sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di
lingkungan sekitar manusia. Kebanyakan E.
coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7, dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009).
Adapun menurut Ruth Melliawati (2009) bahwa E. coli atau Bacterium
coli commune adalah sebuah nama bakteri yang diambil dari nama orang
yang menemukannya itu Theodor Escherich. Pada tahun 1907 Massini memberi
nama E. coli sebagai Bacterium
coli mutabile. Pernyataan dalam artikel ini didukung dengan pernyatan yang
ada pada buku bahwa E. coli adalah
salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik
manusia maupun hewan sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama
seorang Bacteriologist yang barasal dari German yaitu Thedor Von
Escherich yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertama kali pada tahun
1885. Dr. Escherich juga berhasil membuktikan bahwa diare dan gastroenteristis
yang terjadi pada infant disebabkan oleh bakteri E. coli (Jawetz, 1995).
Klasifikasi E. coli menurut Songer dan Post
(2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Nutris
yang dibutukan oleh Escherichia menurut
Meiry (2011) dalam table tipe nutrisi, Echerichia termasuk
kedalam tipe kemoheterotrof dengan sumber energy untuk pertumbuhan berupa
oksidasi senyawa organic, serta sumber karbon senyawa pertumbuhan berupa
senyawa organic.
Kelangsungan
hidup dan replikasi E. coli di
lingkungan membentuk koliform. E. coli tidak
tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini akan mati
pada suhu 60°C selama 30 menit. E.
coli merupakan bakteri Gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli bersifat katalase positif,
oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri mesofilik
dengan suhu pertumbuhannya dari 7°C sampai 50°C dan suhu optimum sekitar 37°C
(Adams dan Moss, 2008). E. coli dapat
tumbuh pada pH 4-9 dengan aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada
suhu 8°C (Forsythe, 2000).
Sifat-sifat
virulensi dari E. coli dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
- E. coli Enteropatogenik (EPEC)
adalah penyebab penting diare pada bayi, khusunya dinegara berkembang. EFEC
melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EFEC adalah diare cair,
yang biasanya sembuh sendiri tapi dapat juga menjadi kronik.
- E. coli Enterosigenik (ETEC)
adalah penyebab yang sering dari diare wisatawan dan sangat penting menyebabkan
diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik
untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa
strain ETEC menghasilkan eksoroksin tidak tahan panas (LT) yang berada dibawah
kendali genik dari plasmid. LT bersifat antigenik dan beraksi silang dengan
hetralisasi dalam serum pada orang yang sebelumnya terinfeki dengan enterosigenik E. coli.
- E. coli Enterohemoragic (EHEC)
menghasilkan verotoksin. EHEC berhubungan dengan kolitis hemoragik, berbentuk
diare yang berat dan dengan sidroma uremia hemolitik suatu penyakit akibat
gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik dan trombositopenia.
- E. coli Enteroinuasif (EIEC)
menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Seperti
shigella, stran EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa
dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIFC menimbulkan penyakit
melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus (Jawetz, 1995).
Adapun
keuntungan E. coli menurut Ruth Meliawati (2009) yaitu menghasilkan
kolosin, yang dapat melindungi saluran pencernaan dari bakteri usus yang
patogenik, dipakai sebagai indicator untuk menguji adanya pencemaran oleh
tinja. Di dalam lingkungan dan kehidupan kita, bakteri E. coli banyak dimanfaatkan
diberbagai bidang, baik pertanian, peternakan, kedokteran maupun dikalangan
industry. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, E. coli telah banyak diketahui baik sifat morfologi, fisiologi
maupun pemetaan DNAnya, sehingga bakteri ini dipakai untuk menyimpan untaian
DNA yang dianggap potensial, baik, dari tanaman, hewan maupun mikro orgaisme
dan sekaligus untuk pembanyakan. Keberadaan E. coli di samping dapat membantu untuk pengemban ilmu
pengetahuan dan juga dimanfaatkan diberbagai bidang ilmu, bakteri E. coli juga dapat membahayakan
kesehatan, karena diketahui bahwa bakteri E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran
pencernaan dantelah terbukti bahwa galur galur tertentu mampu menyebabkan
gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan. E. coli juga dapat menyebabkan
diare akut, yang dapat dikelompok kan menjadi 3 katagori yaitu enteropatogenik
(penyebab gasteroenteritis akut pada bayi yangbaru lahir sampai pada yang
berumur 2 tahun), enteroinaktif dan enterotoksigenik (penyebab diare pada
anak-anak yang lebih besar dan pada orang dewasa). Dilaporkan pula bila E. coli di dalam usus memasuki
kandung kemih, maka dapat meneybabkan sintitis yaitu suatu peradangan pada
selaput lendir organ tersebut.
Pengontrolan
bakteri E. coli ini dapat
diketahui dengan ciri-ciri yang diketahui dari genusnya, Michael (1988)
dalam buku dasar-dasar mikrobiologi bahwa E. coli dapat melakukan fermentasi lactose dengan menghasilkan
asam dan gas, hal ini merupakan kunci di dalam prosedur laboratorium untuk
memebentuk potabilitas air (aman atau tidaknya air untuk diminum).
Adapun
cara mengurangi kandungan E. coli salah
satunya dengan merebus air karena seperti yang telah dijelakan di atas
bahwa E. coli termasuk
bakteri mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7ºC sampai 50ºC dan suhu
optimum sekitar 37ºC (Adams dan Moss, 2008), oleh sebab itu masaklah air yang
akan digunakan sebagai bahan es balok sampai mendidih.
Lalu
bagaimana cara membedakan es yang baik untuk diminum? Pada sebuah situs
internet dimuat cara membedakan es batu dari air mentah dan es batu dari air
matang (Fitrah, 2012).
Ciri-ciri Es batu yang terbuat dari Air Mentah
- Perhatikan Warna
Es. Es yang dibuat dari air mentah memiliki warna
yang putih. Secara ilmiah, air yang bersuhu dingin akan meyebabkan udara
terperangkap di dalam air. sehingga ketika air tersebut membeku maka akan
tampak gelembung udara tadi menjadi berwarna putih seperti salju.
- Jumlah Gelembung
Es. Gelembung-gelembung udara akan tampak di dalam
es dengan jumlah yan begitu besar.
Ciri – ciri Es batu yang menggunakan Air
Masak/Matang
- Kejernihan
Es. Es batu yang menggunakan air masak akan terlihat lebih jernis dan
sangat bening. Hal ini dikarenakan udara sudah lepas ketika proses
pemasakan air. Es juga akan terlihat jernih tanpa kotoran karena Sebelum
dijadikan es, terlebih dahulu air yang sudah dimasak di dinginkan sehingga
kotoran-kotoran air akan mengendap seluruhnya.
- Gelembung
Es. Secara Ilmiah, walaupun saat pendinginan air menjadi es pada suhu 0°C,
udara tidak bisa masuk kedalam pembungkus es batu sehingga sangat sedikit
gelembung yang terperangkap di dalam es batu. Ini juga membuktikan bahwa
kandungan udara di dalam air menjadi berkurang.
Oleh sebab itu kita berhati-hatilah dalam
mengkonsumsi minuan dengan yang dicampur es karena tak dapat kita pungkiri
bakteri dengan kehidupan ini selalu berdampingan, alangkah baiknya kita
meminuma minuman yang kita buat sendiri dengan komposisi nutrisi yang
ditentukan. Harga es balok memang ekonomis, namun akan lebih ekonomis jika kita
menjaga kesehatan untuk tidak meminum dan memakan, makanan sembarangan. Semoga
bermanfaat!
Referensi:
Adams MR, Moss MO. Food Microbiology 3rd Edition.
Cambridge: RSC Pub. 2008.
Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
2009.
Fadilah, Meiry. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: UIN-Press. 2011.
Forsythe SJ. The Microbiology of Safe Food. London:
Blackwell Science. 2000.
Jawetz, dkk.. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 20. Jakarta:
EGC. 1995.
Pelczar, Michael. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta:
UI-Press. 1988.
Songer, J.G. dan Post, K.W. Veterinary Microbiology:
Bacterial and Fungal Agents of Animal Disease, Elsivier Saunders. 2005.
Anonim, Bahaya Es Batu Dalam Kesehatan.
Departemen Kesehatan, Persyaratan Kualitas Air Minum.
Fitrah, Cara Mebedakan Es Batu dari Air Mentah dan Es Batu dari Air Matang.
I Wayan, dkk., Identifikasi Escherichia coli O157: H7 Dari Feses
Ayam dan Uji Profil Hemolisisnya Pada Media Agar Darah.
Kementrian Kesehatan, Pengawasan Kualitas Air Minum.
Ruth Melliawati, Esherichia coli dalam kehidupan
manusia.